
DontCha people, What`z up....
Belakangan ne ga ada rasanya hal penting yang mo q ceritain, tapi Q pengen nulis aja gitu di Blog tercinto ini. walo sampe kata ke30 ne, lom ada ide juga, tapi q teteplah pengen nulis... nulis apaaaaa ya? Nulis pengalamanq hari ini dan kemaren2? kaya`na ga ada yang penting lah.... Nulis puisi? wow, i Dont thing i`m good on it. huhuhuhuhuhuhuh, mati ide ! Yawdah, Q akan mencoba berkisah, belakangan q lagi pengen nulis fiksi (ya cerpen ato cerbung ato novel setebal 1200 halaman sekalian... Q coba mulai nulis di blog aja kali ya woiiii
tittle : Untittled (bener ga gene tulisannya woiiii??- judulnya bukannya ga berjudul, tapi blom kasih judul)
Mari kita mulia... Bismillahhirrahmanirrahimmmmmm
Pernahkah kau jatuh cinta? Pernahkah kau mencintai? Pernahkah kau mengagumi lebih dari sekadar manusia dengan eksistensi dan jati dirinya? LEdih dalam, lebih emosional. Dan jika pernah, pernahkah kau begitu merindukannya hingga setiap sendi tubuhmu bergetar dan goyah? Sehingga tiba-tiba saja salju serasa turun menyelimuti kota antah berantah dimana pun kau berada. getir dan pahit kau rasa, namun kau tetap tak bisa melepaskan hasratmu darinya yang kau cinta.
Aku pernah. Pernah mengalami yang namanya jatuh cinta, perasaan suka, rindu, cemburu bahkan kebencian yang sangat dalam hingga merobek jantung. Aku jatuh cinta. Jatuh bangun jatuh cinta. Tapi akhirnya aku membencinya. Anehkan? Mengapa aku membencinya, padahal aku mencintainya. Jawabannya adalah karena aku mencintai dia. Begitu cintanya hingga setiap pembuluh darahku begitu lemah dengan sentuhannya, begitu risau dengan senyumnya kepada orang lain selain aku, dan begitu terlukanya saat dia memutuskan untuk pergi menjauh dariku.
Cinta yang aneh bukan? boleh dibilang prematur. Bukannya tidak kuhargai cintaku sendiri, tapi aku merasa semakin dalam semakin terpuruk dengan cinta itu sendiri. Aku ingin berkisah, meluaokan keluh kesah yang ada. Tapi aku tidak tahu kepada siapa bisa kutumpahkan dan kupercayakan semua kisahku. Aku bingung. Aku sedih.
Setiap hari setiap jem menit detik yang kulalui terus membebani. Hanya karena aku memendam sesuatu. Sesuatu yang ingin kubagi tapi tak tahu apakah layak kuberi.
Sampai hari ini.
sampai dimana waktu terus berjalan dan aku masih saja sedih. Masih saja benci. Masih saja rindu. Namun terlalu malu. Terlalu diam. Dan sampai saat ini masih saja kupendam sendiri segala rasa itu. Rasa yang merantai dan membelenggu hatiku sehingga tidak ada yang mampu mendobrak pertahanan yang tanpa sengaja kubangun dengan segala marah dan kecewaku.
Semua berawal dari masa laluku, masa yang sudah cukup lama terlampaui, bahkan mungkin sebisanya kubunuh dan kuhilangkan segala jejaknya dari dalam hatiku. Masa itu ketika ku mungkin masih terbilang lugu berbicara cinta. Yeah, usia belasan adalah hal yang tabu jika kau berkhayal tentang cinta sejati yang hanya akan memenuhi rongga kepalamu dengan segala mimpi dari kisah-kisah roman abadi sepanjanga masa. Masa ketika hormon wanitamu mulai bereaksi saat melihat cowok gagah, atau kau bisa memakai istilah cool dan handsome a la majalah remaja.
Itulah aku, gadis lugu yang baru menginjakkan kaki di sekolah menengah atas disebuah kota kecil dengan mungkin hanya 50.000 penduduk sederhana yang cenderung religius dalam berbagai hal (sekaligus munafik, menurut pandanganku sih). Kota kecil yang bahkan membuat pergaulanmu hanya terbatas denagn teman semasa taman kanak kanak, teman satu SD, temen sebangku SMP dan bertemu lagi saat SMA. Kota kecil yang bahkan menganggap toko swalayan adlah sebuah kemajuan terbesar dalam tumbuh kembang perekonomian kota. Dan ya, di kota itulah semua itu berawal.
Aku mamandangi seragam baruku. Seragam putih abu abu. Putih abu abu, bukan putih biru. cukup jelas, aku bukan lagi bocah putih biru yang mengalami segala hal pertama di masa SMP (yang menstruasi pertama lah, yang cinta pertama lah, yang idealisme pertama bahkan kemesuman pertama!). Seragam baruku ini terasa kaku. Maklum baru saja kusetrika ulang setelah seminggu lebih kusimpan dalam lemari tanpa kusentuh. Seragam yang dibagikan oleh pihak sekolah sok tau dan dengan sewenang-wenang. Bayangkan! mereka membagi ukuran siswa siswi lulusan SMP dalam 3+ ukuran ! S-M-L (plus XL yang mungkin hanya ditemukan satu dua tiga dan kalau sial empat hingga lima atau enam kasus). Dan aku terjebak dalam ukuran tidak senonoh itu. Tubuh kurus kerempengku terbungkus seragam berbahan kaku. dengan tinggi hanya 150 cm aku dipaksa tampil layaknya spanduk berkibar denagn seragam yang menurutku hanya pantas dipakai wanita kelebihan bobot di pinggang.
Bayangkan saj, Rok baruku longgarnya nyaris membuatku mampu menyelipkan tubuh adik laki-lakiku yang paling bungsu terbungkus bersamaku. Selain itu entah kenapa potongan pinggul dan bokongnya terlalau mendiskreditkan wanita sepertiku yang bahkan tidak memiliki tonjolan yang disebut pantat sama sekali. Aku benar-benar seperti spanduk! berkibar tapi kaku. Selain itu panjangnya nyaris sampai setengah betisku. Belum lagi keaadaan semakin diperparah oleh kewajiban memakai kaos kaki selutut. Tuhan, apakah ini adalah kutukan untuk setiap siswa SMA baru? Maksudku, tidak bisakah mereka memanusiawikan penampilan para siswa lebih dari sekedar peraturan-peraturan tertulis yang terdapat dalam kartu SPP yang merangkap kartu pelajar?
Weettttsss nulis segini dah bikin mataku sakit. 2 jam woiiii. Q lanjutkan lain kali ya,,, komentar klen q harapkan... kritik pedas juga boleh, ne masih tulisan kasar2 aja.
kReN",,,
BalasHapusuDag tu ajah